MUQADIMAH
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan,
karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi
juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga
ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan
sentral.
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak
mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut
Islam Bani Adamlah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Illahi sebagai khalifah
di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". [Al-
Baqarah : 30].
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar.
'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (mitsaqon
gholidhoo), sebagaiman firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari
kamu perjanjian yang kuat". [An-Nisaa' : 21].
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khusunya suami istri, memelihara
dan menjaganya secara sunguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan.
Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan),
bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga,
sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan
benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -
pen), dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun
beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa
persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata
Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini,
karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar
tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fitrahnya.
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena
nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan
jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak
menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar-Ruum : 30].
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagi
satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk
membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu
'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah
ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan
Hakim]
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada
orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga
dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". [Hadits Riwayat Ahmad dan
di shahihkan oleh Ibnu Hibban]
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin
meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang
masa tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan
kawin selamanya .... Ketika hal itu di dengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar
seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya
akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka,
aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golongannku".[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan
kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang
adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan.
Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas
dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang
bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi
keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka
dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan
melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke
lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya
tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak
menikmati kebahagian hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka
kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem kerahiban karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan,
dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi
mahluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil
(bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan
manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya
hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan haditshadits
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya
mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan
suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya :
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui". [An-Nur : 32]
.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi
sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah
karena ingin memelihara kehormatannya". [Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu
Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu].
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka
berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh
aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". [Ihya
Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20].
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
[1]. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah
untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan
dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran,
kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan
diharamkan oleh Islam.
[2]. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur.
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan
meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i,
Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
[3]. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami
istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat
berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf
atau menceraikan dengan cara yang bail. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim". [Al-Baqarah : 229].
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali
nikah lagi) bila keduany sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk
kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
diternagkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ". [Al-Baqarah : 230]
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Sialm dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib.
Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka
ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu: Harus
Kafa'ah dan Shalihah.
[a]. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang
tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu
mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara
pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur
lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang
sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk
mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, status sosial,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun
non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya [Al-
Hujurat : 13]
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang
yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal". [Al-Hujurat : 13].
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya.
Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan
mempertahanakan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-
Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". [Hadits Shahi Riwayat
Bukhari 6:123, Muslim 4:175]
[b]. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihan dan wanita harus memilih laki-laki
yang shalih. Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak
ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". [An-Nisaa : 34]
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak
untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan
dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at kepada
suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak (banyak
keturunannya) dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
[4]. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenunya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada
sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai
menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda
Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain
istrinya, bukankah mereka berdosa .? "Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi :
"Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !". [Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i
dengan sanad yang Shahih].
[5]. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". [An-
Nahl : 72]
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang
benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya
tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami,
diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab
mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai
aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar
terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an
dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat
penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
[1]. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu,
karena dimungkinkan ia sedang di pinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang
muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah
disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
[2]. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan
Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
[3]. Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang
mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orangorang
kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang
tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". [Hadits
Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah]
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun
miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan
makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". [Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi,
Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri].
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB
DIHINDARKAN/DIHILANGKAN.
[1]. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya "Berpacaran" terlebih dahulu, hal
ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau di anggap
sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti
ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan
dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh
menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari'at Islam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan
si perempuan itu bersama mahramnya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim].
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.
[2]. Tukar Cincin.
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam.
(Lihat Adabuz-Zifaf, Syaikh Nashiruddin Al-AlBani)
[3]. Menuntut Mahar Yang Tinggi.
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal.
Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang
menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita,
adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. [Lihat Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348].
[4]. Mengikuti Upacara Adat.
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat
yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara
perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan
melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?". [Al-Maaidah : 50]
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak
akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi,
sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". [Ali-Imran :
85].
[5]. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah.
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa' Wal Banin, ketika mengucapkan selamat
kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal Banin (semoga mempelai murah rezeki dan banyak
anak) dilarang oleh Islam.
Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu
mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa' Wal Banin. 'Aqil bin Abi Thalib melarang
mereka seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi
wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan,
wahai Abu Zaid ?". 'Aqil menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum" (Mudah-mudahan Allah memberi kalian
keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". [Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134,
Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain].
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah:
"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii khoir"
Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
"Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika mengucapkan
selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka
wa jama'a baiynakuma fii khoir) Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan
Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua
dalam kebaikan". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu
Majah dan Baihaqi 7:148].
[6]. Adanya Ikhtilath.
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh
menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan
wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.
[7]. Pelanggaran Lain.
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.
KHATIMAH
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah
(ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di
antaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".[Ar-Ruum : 21].
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsiya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an Allah
dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan
kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang
pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut"
perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa
: 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga
yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang
bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala [Ali-Imran : 19]
"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan
hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al-Furqan : 140].
Amiin.
Wallahu a'alam bish shawab.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10-11/Th I/1415-1994. Diterbitkan Oleh Lajnah Istiqomah
Surakarta, Alamat Gedung Umat Islam Lt II Kartopuran 241A Surakarta 57152]
prev 1 2 3
Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/173/slash/0
http://www.almanhaj.or.id/content/173/slash/1
http://www.almanhaj.or.id/content/173/slash/2
Download : 24 – 10 - 2008
Senin, 12 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar