Berikut ini adalah penjabaran dari makna yang terkandung dari Tembang Ilir-ilir itu. Baik
berupa makna harfiah/terjemahannya dalam bahasa Indonesia (BI), atau makna sesungguhnya
(MS) yang terkandung di dalamnya.
Ilir-ilir
Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure (hu)wus sumilir
(BI) Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi
(MS) Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena
saatnya telah tiba. Karena bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di
Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam
dari para wali.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
(BI) Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru
(MS) Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin
baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang
sekitarnya.
Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi
(BI) Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu
(MS) Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah
bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para
pemimpin diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan
menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat
lima waktu.
Lunyu-lunyu penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira
(BI) Biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu
(MS) Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacaraupacara
/ saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan
asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya
tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan Kalijaga memerintahkan orang Islam untuk tetap
berusaha menjalankan
lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya).
Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang
Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.
Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir
(BI) Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek
Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama
mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak
dan robek.
Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
(BI) Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Gustimu) nanti sore
(MS) Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut
‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Disini Sunan Kalijaga memerintahkan agar orang Jawa
memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran
agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.
Mumpung gedhe rembulane, mumpun jembar kalangane
(BI) Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang
(MS) Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, perbaikilah kehidupan
beragamamu.
Ya suraka, surak hiya
(BI) Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA
(MS) Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka
yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan
gembira.
Demikianlah petuah dari Sunan Kalijaga lima abad yang lalu, yang sampai saat ini pun masih
tetap terasa relevansinya. Semoga petuah dari salah seorang waliyullah kenamaan ini membuat
kita semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah kita di bulan yang penuh rahmat ini.
Amin, amin, amin.
Kamis, 01 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar